Latest News

Initial Assesment Pasien Gawat Darurat - Ilmu Keperawatan

PENDAHULUAN

Apabila kita menemukan penderita yang luka parah maka seringkali kita dalam kebingungan untuk memulai penilaian dan pengelompokan penderita , sedangkan tindakan kita seharusnya cepat dan tepat.

Cara penilalan awal serta pengelompokannya yang akan diuraikan di bawah ini merupakan suatu protokol berdasarkan “Advanced Trauma Life Support”.

Penilaian awal ini pada dasarnya adalah:

Primary Survey , yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi. Disini dicari keadaan yang mengancam nyawa , dan apabila menemukan harus dilakukan resusitasi.

Secondary Survey , yaitu head to toe / investigasi yang teliti dari ujung kepala hingga kaki.

Penanganan definitif (menetap).

Survai primer maupun sekunder harus selalu diulang ulang untuk memilih adanya keadaan penurunan kesadaran penderita , dan memperlihatkan resusitasi dimana diperlukan.

TAHAPAN PENGELOLAAN PENDERITA

Penanganan penderita berlangsung dalam 2 tahap: yaitu tahap pra-rumah sakit (pre-hospital) dan tahap rumah sakit

Tahap Pra-Rumah Sakit

Di Indonesia pelayanan pra-rumah sakit ini merupakan belahan yang sangat bodoh dari petayanan penderita gawat darurat secara menyeluruh. Berbeda di jalan tol hamper semua korban penderita yang stress berat dibawa oleh ambulans ke rumah sakit. Pelayanan korban dengan stress berat pra rumah sakit yang membawanya biasanya ialah keluarga sendiri atau orang sekitar yang berbaik hati.

Prinsip utama ialah bahwa dihentikan menciptakan keadaan lebih parah.

Prinsip: Do no further harm

Keadaan yang ideal ialah dimana Unit Gawat Darurat (UGD) yang tiba ke penderita , dan bukan sebaliknya , lantaran itu ambulans yang dating sebaiknya mempunyai peralatan yang lengkap. Petugas/paramedis yang tiba membantu penderita juga sebaiknya mendapatkan latihan khusus , lantaran pada dikala menangani penderita mereka harus menguasai ketrampilan khusus yang sanggup menyelamatkan nyawa.

Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita diangkat dan tempat kejadian , dan koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita.

Yang harusdilakukan oleh seorang paramedis adalah:
  • menjaga airway dan breathing
  • kontrol perdarahan dan syok
  • imobilisasi penderita
  • pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok

Tahap Rumah Sakit

Evakuasi Penderita

Dalam keadaan dimana penderita stress berat di rumah sakit yang dibawa tanpa persiapan pada pra-rumah sakit maka sebaiknya penyelamatan dan kendaraan ke brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit dengan berhati-hati. Selalu harus diperhatikan kontrol servikal.

Ingat prinsip: Do no further harm

Triase

Triase ialah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Pada umumnya kita akan melaksanakan triase , tidak perduli apakah penderita hanya satu atau banyak.
  • Bila satu penderita , akan mencari problem penderita (selection of problems).
  • Bila banyak penderita , akan mencari pende rita yang paling bermasalah).
  • Pemilahan akan didasarkan pada keadaan ABC (Air way , Breathing , dan Circulation).

Dua jenis keadaan triase sanggup terjadi

Jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini penderita dengan problem gawat darurat dan multi-trauma akan dilayani terlebĆ­h dahulu , sesuai prinsip ABC.

Jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu ialah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu , perlengkapan , dan tenaga yang terbatas.

Survai Primer (Primary Survey) dan Resusitasi

Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa , tetapi sebelum memegang penderita stress berat selalu harus perlindungan diri terlebih dahulu untuk menghindari tertular penyakit menyerupai Hepatitis dan AIDS.

Alat perlindungan din sebaiknya:
  • Sarungtangan
  • Kaca mata , terutama apabila penderita menyemburkan darah
  • Apron , melindungi pakalan sendini
  • Sepatu

“Langkah pertama: menggunakan alat perlindungan diri”

Lakukan primary survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa adalah:
  • Airway dengan kontrol servikaI (gangguan airway ialah pembunuh tercepat)
  • Breathing dan ventilasi
  • Circulation dengan kontrol perdarahan
  • Disability: status neurologis dan nilai GCS
  • Exposure/environmental: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia

Menjaga Airway dengan kontrol servikal

Yang pertama harus dinilai ialah kelancaran jalan nafas , namun harus diingat bahwa kebanyakan perjuangan untuk memperbaiki jalan nafas akan menimbulkan gerakan pada leher. Karena itu apabila ada kemungkinan fraktur servikal harus dilakukan kontrol servikal.

Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga bila ada:
  • Trauma kapitis , terutama apabila ada pernurunan kesadaran
  • Adanya luka lantaran stress berat tumpul kranial dan klavikula
  • Setiap multi-trauma (trauma pada 2 regio badan atau lebih)
  • Juga harus waspada kemungkinan patah servikal bila bio-mekanik stress berat mendukung (misalnya ditabrak dan belakang).

Karena itu langkah selanjutnya adalah: Langkah kedua: perlindungan sevikal
  • pertahankan posisi kepala
  • pasang kolar servikal dan
  • pasang di atas Long Spine board

Lalu perhatian ditujukan kepada airway. Ajaklah penderita berbicara , apabila penderita sanggup berbicara dengan Jelas dan dengan kalimat panjang , maka untuk sementara sanggup dƬanggap bahwa airway dan breathing dalam keadaan balk.

Juga kemungkƬnan penderita tidak syok , dan tidak ada kelainan neurologis , namun perkiraan ¡ni selalu lakukan dengan berhati-hati.

Langkah berikut: lakukan penilaian Airway
  • Bila da pat berbicara terang , itu berarti airway baik
  • Bila ada gangguan airway segera perbaiki

Sumbatan pada jalan nafas akan menimbulkan sesak yang harus dibedakan dengan sesak lantaran gangguan breathing. Pada obstruksi jalan biasanya akan ditemukan pernafasan yang berbunyi seperti: suara gurgling (bunyi kumur-kumur lantaran adanya cairan) , suara mengorok (snoring , lantaran pangkal pengecap yang jatuh ke dorsal) ataupun stridor lantaran adanya penyempitan/oedem larings.

Lakukan penanganan sebagal berƮkut:
  • Bila ada cairan , dilakukan suction.
  • Bila mengorok dilakukan penjagaan jalan nafas secara manual dengan chin lift atau jaw thrust disusul pemasangan pipa oroparingeal atau nasoparingeal.

Pemasangan pipa oropharigeal (‘Guedel/Mayo’) jangan dilakukan apabila penderita masih sadar ataupun berusaha mengeluarkan pipa tersebut (masih ada gag reflex). Dalam keadaan ini lebih baik dipasang pipa nasopharingeal. 

Harus diingat bahwa pemasangan pipa melalui hidung merupakan kontraindikasi apabila penderita ada kecurĆ­gaan fraktur basis kranii belahan depan , lantaran pipa sanggup masuk ke rongga kranium. Apabila penderita apnu , ada ancaman obstruksi ataupun ada ancaman aspirasi lebih baik memasang jalan nafas definitif (pipa dalam trakea).

Jalan nafas deflnitif ini sanggup melalui hidung (nasotrakeal) , melalui lisan (orotrakeal) ataupun pribadi melalui suatu kriko-tiroidotomi.

Menjaga jalan nafas pada penderita stress berat sanggup sangat sulit. Sebagai pola ialah penderita dengan stress berat kapitis dengan lisan yang penuh darah lantaran fraktur basis kranii ataupun lantaran fraktur tulang wajah. Contoh lain ialah penderita kesadaran menurun yang gelisah dan gigi terkatup.

Betapapun sulitnya , tetapi merupakan kiprah dokter yang mendapatkan penderita itu untuk sanggup menjaga jalan nafas dengan baik dan dalam waktu yang secepat mungkin.

Selama menyidik dan memperbaiki jalan nafas , harus diperhatikan bahwa dihentikan dilakukan ekstensi , fleksi , atau pun rotasi dan leher.

Ingat: gangguan airway ialah pembunuh tercepat.

Breathing dan ventilasi

Langkah berikut: Periksa breathing dan atasi bila kurang baik

Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada dikala bernafas ialah mutlak untuk pertukaran oksigen dan Karbondioksida dan tubuh.

Tiga hal yang harus dilakukan dalam breathing:
  • Nilai apakah breathing baik (look , Iisten , feel)
  • Ventilasi embel-embel apabila breathing kurang adekuat
  • Selalu berikan Oksigen

Menilai pernafasan

Petugas yang berpengalaman dalam hitungan detik sanggup menilai apakah pernafasan baik atau tidak. Penderita yang sanggup berbicara kalimat panjang , tanpa ada kesan sesak , umumnya breathing-nya baik.

Pernafasan yang baik ialah pernafasan yang:

frekuensinya normal (dewasa rata-rata sekitar 20 , anak 30 , bayl 40)
tidak ada tanda-tanda dan tanda sesak
pada investigasi fisik baik

Lakukan investigasi dengan cara:

Lihat dada penderita dengan membuka pakaian untuk melihat pernafasan yang baik. Lihat apakah ada jejas , luka terbuka , dan ekpansi kedua paru.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam kedua paru dengan mendengarkan bising nafas (jangan lupa sekaligus menyidik jantung!).
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara (hipersonor) atau darah (dull) dalam rongga pleura.

Cedera thorax yang sanggup menimbulkan gangguan ventilasi yang berat dan ditemukan pada dikala melaksanakan survai primer adalah:

tension pneumothorax
flail chest dengan kontusio paru
pneumotoraks terbuka
hematotoraks massif

Kelainan-kelainan di atas harus segera ditangani , untuk menghindari kematian.

Ventilasi tambahan

Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakukan sumbangan pernafasan (assisted ventilation). Di UGD sebaiknya sumbangan napas dilakukan dengan menggunakan Bag-Valve Mask (‘Ambu Bag’) , ataupun menggunakan ventilator.

Oksigen

Berikan oksigen , apabila diharapkan konsentrasi oksigen yang tinggi dengan menggunakan rebreathing atau non-rebreathing mask , atau dengan kanul (berikan 5-6 LPM)

Circulation dengan kontrol perdarahan

Langkah berikut: Periksa sirkulasi dengan menyidik kulit akral dan nadi. Bila ada tanda syok: Atasi!

Perdarahan merupakan lantaran utama maut pasca-bedah yang mungkin sanggup diatasi dengan terapi yang cepat dan sempurna di rumah sakit.

Syok pada penderita stress berat harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia , hingga terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka diharapkan penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita.

Pengenalan syok

Ada dua investigasi yang dalam hitungan detik sanggup memperlihatkan informasi mengenai keadaan hemodinamik , yakni keadaan kulit akral dan nadi.

Keadaan kulit akral:

Warna kulit sanggup membantu diagnosis hipovolemia. Penderita stress berat yang kulitnya kemerahan , terutama pada wajah dan ekstremitas , jarang yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya , wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat serta hambar , merupakan tanda syok.

Nadi:

Nadi yang besar menyerupai arteri fermoralis atau arteri carotis harus diperiksa bilateral , untuk kekuatan nadi , kecepatan dan irama. Pada syok nadi akan kecil dan cepat.

Bila nadi kecil dan cepat , kulit pucat , dan akral hambar , itu berarti syok!

Catatan mengenai tekanan darah:
Pada fase awal jangan terlalu percaya kepada tekanan darah dalam memilih syok karena:

Tekanan darah sebelumnya tidak diketahui.
Diperlukan kehilangan volum darah Iebih dan 30% untuk sanggup terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan.

Kontrol pendarahan

Perdarahan sanggup secara eksternal (terlihat) dan internal (tidak terlihat). Perdarahan internal berasal dari:
rongga toraks
rongga abdomen
fraktur pelvis
fraktur tulang panjang
jarang: perdarahan retro-peritoneal lantaran robekan vena kava/aorta atau perdarahan masif dari ginjal

Syok hemoragik pada orang remaja tidak disebabkan perdarahan intra-kranial. Perdarahan yang berat harus dikelota pada survai primer.

Perdarahan eksternal

Perdarahan eksternal dikendalikan dengan pemfokusan pribadi pada luka. Jarang diharapkan penjahitan untuk mengendalikan perdarahan luar. Turniket (tourniquet) jangan digunakan , lantaran apabila dipasang secara benar (diatas tekanan sistolik) justru akan merusak jaringan lantaran menimbulkan iskemia distal dari turniket.

Pemakaian hemostat (di klem) memerlukan waktu dan sanggup merusak jaringan sekitar menyerupai syaraf dan pembuluh darah.

Perdarahan internal

Spalk/bidai sanggup digunakan untuk mengontrol perdarahan dari suatu fraktur pada ekstremitas. Pneumatic anti shock garment ialah suatu alat untuk menekan pada keadaan fraktur pelvis , namun alat ini mahal dan sulit didapat. Sebagai gantinya sanggup dipakaikan gurita sekitar pelvis.

Perdarahan intra-abdominal atau intra torakal yang masif , dan tidak sanggup diatasi dengan pemberian cairan intravena yang adekuat , menuntut diadakannya operasi segera untuk menghentikan perdarahan.

Perbaikan volume

Kehilangan darah sebaiknya diganti dengan darah , namun penyediaan darah memerlukan waktu , lantaran itu pada awalnya akan diberikan cairan kristaloid 1-2 titer untuk mengatasi syok hemoragik metatul 2 jalur dengan jarum intravena yang besar.

Cairan kristaloid ini sebaiknya Ringer’s lactate (RL) , walaupun NaC1 fisiologis juga sanggup dipakai. Cairan ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu kateter intravena yang besar (minimal ukuran 16). Dalam bahasa Jakarta! Jawa Barat “diguyur” , di Jawa tengah/Jawa Timur dengan bahasa “grojog” dan di Sumatra Selata “dikocor”.

Cairan ini juga harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya hipotermia. Pemasangan kateter urin sanggup dipertimbangkan disini , guna pemantauan urin.

Alur pikir pada penderita stress berat yang mengalami syok:

Saat dikenali syok (penderita trauma) , harus dianggap sebagai syok hemoragik. Sambil dipasang infus , dilakukan pemfokusan pada perdarahan luar (bila ada). Bila tidak ada perdarahan luar dilakukan pencarian akan adanya perdarahan internal (5 tempat: thorax , abdomen , pelvis , tulan panjang , dan retoperitonial). Sambil mencari sumber perdarahan , dilakukan penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan.

KemungkĆ­nan adalah:
Respon baik: sesudah diguyur , tetesan diperlahan , tanda-tanda perfusi baik (kulit menjadi hangat , nadi menjadi besar dan melambat , tensi naik dsb). Ini menerangkan perdarahan sudah berhenti.
Respon sementara: sesudah tetesan dipelankan , ternyata penderita masuk syok lagi. ini mungkin disebabkan: resusitasi cairan masih kurang , atau perdarahan berlanjut.
Respon tidak ada: Apabila sama sekali tidak ada respon terhadap pemberian cairan , maka harus dipikirkan perdarahan yang andal atau syok non hemoragik (paling sering kardiogenik).

Disability: (defisit neurologis)

Perdarahan intra-kranial sanggup menimbulkan maut dengan sangat cepat (the patient who talks and dies) , sehĆ­ngga diharapkan penilaian keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai disini ialah tingkat kesadaran , ukuran dan reaksi pupil.

GCS (Glasgow Coma Scale):

GCS ialah sistem skoring yang sederhana dan sanggup meramal kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran sanggup disebabkan penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak , atau disebabkan perlukaan pada otak sendiri.

Perubahan kesadaran akan sanggup mengganggu airway serta breathing yang seharusnya sudah diatasi terlebih dahulu. Jangan lupa bahwa alkohol dan obat-obatan sanggup mengganggu tingkat kesadaran penderita.

Penurunan tingkat GCS yang lebĆ­h dan satu (2 atau lebih) harus sangat diwaspadai.

Pupil:

Nilai adakah perubahan pupil. Pupil yang tidak sama besar (anisokor) kemungkinan menandakan adanya suatu lesi masa intra-kranial (perdarahan). Perlu diingat bahwa lesi biasanya (tidak selalu!) akan terjadi pada sisi pupil yang melebar.

Resusitasi:

Terhadap kelainan primernya di otak tidak banyak yang sanggup dilakukan , namun kiprah sangat penting dan dokter yang mendapatkan penderita stress berat kapitis di UGD ialah dengan menghindari cedera otak sekunder (secondary brain injury).

Yang harus dilakukan terapi dengan bergairah ialah adanya hipovolemia , hipoksia dan hiperkarbia untuk menghindari cedera otak sekunder tersebut.

Exposure / kontrol Iingkungan

Di rumah sakit penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk penilaian kelainan atau injury secara cepat pada badan penderita. Setelah pakaian dibuka perhatikan terhadap injury/Jejas pada badan pendenita , dan harus dipasang selimut biar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat , rungan cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan.

Apabila pada primary survey dicurigai ada perdarahan dari belakang badan maka dilakukan ‘log roll’ untuk mengetahui sumber perdarahan.

Folley Catheter/Kateter urin

Pemakaian kater urin dan lambung harus dipertimbangkan. Jangan lupa mengambil sampel urin untuk investigasi urin rutin. Produksi urin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan hemodinamik penderita.

Catatan: urin penderita remaja 0 ,5cc.kgBB/jam , anak lcc/kgBB/jam , bayi 2cc/kgBB/jam.

Kateter urin jangan digunakan bila ada dugaan ruptur uretra yang ditandai oleh:
adanya darah di lubang uretra belahan luar (OUE/Oriflsium Uretra External)
hematom di skrotum
pada colok dubur prostat letak tinggi atau tidak teraba.

Dengan demikian maka pemasangan kateter urin dihentikan dilakukan sebelum colok dubur (khusus pada penderita trauma).

Gastric Tube/Kateter lambung

Kateter lambung digunakan untuk mengurangi distensi lambung dan mencegah muntah. Isi lambung yang pekat akan menimbulkan NGT tidak berfungsi , pemasangannya sendiri sanggup menimbulkan muntah. Darah dalam lambung sanggup disebabkan darah tertelan , pemasangan NGT yang traumatik atau perlukaan lambung.

Bila lamina kribrosa patah (fraktur basis kranii anterior) atau diduga patah , kateter lambung harus dipasang melalui lisan untuk mencegah masuknya NGT da lam rongga otak.

Heart Monitoring/ Monitor EKG

Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada ABC penderita.
Airway: seharusnya sudah diatasi.
Breathing: pemantauan laju nafas (sekaligus memantau airway) , dan jikalau ada: pulse oximetry.
CirCulation: nadi , tekanan nadi , tekanan darah , suhu badan dan jumlah urin setiap jam. Bila ada sebaiknya terpasang monitor EKG
Disability: filai tingkat kesadaran penderĆ­ta dan adakah perubahan pupil

Foto Rontgen

Pemakaian foto rontgen harus selektif , dan jangan mengganggu proses resusitasi. Pada penderita dengan stress berat tumpul harus dilakukan 3 foto rutin:
Servikal
Toraks (AP)
Pelvis (AP)

Foto servikal AP harus terlihat ke-7 ruas tulang servikal , apabila tidak terlihat harus dengan
menarik kedua pundak ke arah kaudal , ataupun dengan swimmer’s view.

Survei Sekunder dan Pengelolaannya

Survei sekunder ialah investigasi teliti yang dilakukan dari ujung rambut hingga ujung kaki , dari depan hingga belakang dan setiap lubang dimasukkan jari (tube finger in every orifice).

Survei sekunder hanya dilakukan apabila penderita telah stabil.

Sedikit mengenai pengertian stabil: penderita stabil berarti bahwa keadaan penderƮta sudah tidak menurun. Mungkin masih ada tanda syok , namun tidak bertambah berat. ini berbeda dengan keadaan normal , dƮmana pendenita kembali ke keadaan normal.

Survei sekunder juga harus mencakup investigasi yang teliti akan setiap lubang alami (tubes and finger in every orifice).

Anamnesis

Anamnesis harus lengkap lantaran akan memperlihatkan citra mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa contoh:
Tabrakan frontal seorang pengemudi kendaraan beroda empat tanpa sabuk pengaman: cedera wajah , maksilo fasial , servikal , toraks , abdomen memperlihatkan citra mengenai cedera yang mungkin diderita.
Jatuh dan pohon setinggi 6 meter: perdarahan intra-kranial , fraktur servikal atau vertebra lain , fraktur ekstremitas.
Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi , keracunan CO

Anamnesis juga harus meliputi:

A : alergi
M : medikasi/obat-obatan
P : penyakit sebelumnya yang diderita: hipertensi , DM
L : last meal (terakhir makan jam berapa , bukan makan apa)
E : events , hal-hal yang bersangkutan dengan lantaran cedera

Dapatkan riwayat AMPLE dari penderita , keluarga , atau petugas pra RS.

Pemeriksaan fisik

Meliputi inspeksi , auskultasi , palpasi , dan perkusi.

Kulit kepala

Seluruh kulit kepala di periksa. Cukup sering terjadi bahwa pendenita yang nampaknya cedera ringan , tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari tetesan luka di belakang kepala. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi , kontusĆ® , fraktur , dan luka termal.

Wajah

Ingat prinsip: ‘look , listen , feel.’ Apabila cedera sekitar mata jangan lalai menyidik mata , lantaran pembengkakan di mata akan menimbulkan investigasi mata selanjut nya menjadi sulit. Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
Mata: periksa cornea ada cedera atau tidak , pupil mengenai isokori serta reflex cahaya , acies visus dan acies campus.
Hidung: apabila ada pembengkakan , lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
Zygoma: apabila ada pembengkakan jangan lupa mencari krepitasƬ akan adanya fraktur zygoma.
Telinga: periksa dengan senter mengenai keutuhan membrana timpani atau adanya hemotimpanum.
Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas
Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur.

Vertebra servika lis dan Leher

Pada dikala menyidik leher , kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa untuk seorang pembantu tetap melaksanakan fiksasi pada kepala.

Periksa adanya cedera tumpul atau tajam , deviasi trakea , dan pemakaian otot tambahan.

Palpasi akan adanya nyeri , deformitas , pembekakan , emfisema subkutan , deviasi trakea , dan simetri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan perlindungan servikal.

Jaga airway , pernafasan , dan oksigenasi. Kontrol perdarahan , cegah kerusakan otak sekunder , dan lepaskam lensa kontak

Toraks

PemerĆ­ksaan dilakukan dengan look-listen-feel. Inspeksi dinding dada belahan depan , samping dan belakang untuk adanya stress berat tumpul/ tajam , pemakaian otot pernafasan embel-embel dan ekspamsi toraks bilateral.

Auskultasi pada belahan depan untuk bising nafas (bilateral) dan bising jantung.

Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya stress berat tajam/tumpul , emfisema subkutan , nyeri tekan dan krepitasi.

Perkusi untuk adanya hipersonor dari keredupan. Ingat bahwa setiap cedera di bawah putting susu , ada kemungkjnan cedera intra abdominal pula.

Abdomen

Cedera intra-abdomen kadang kala luput terdiagnosis , contohnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran , fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan tanda-tanda defans otot dan nyeri tekan/lepas tidakada).

Inspeksi abdomen belahan depan dan belakang untuk adanya stress berat tajam , tumpul , dan adanya perdarahan internal.

Auskultasi bising usus , perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen  nyeri tekan , defans muskuler , nyeri lepas yang terang , atau uterus yang hamil.

Bila ragu-ragu akan adanya perdarahan intra-abdominal sanggup dilakukan investigasi DPL (diagnostic peritoneal lavage) , atau pun USG (ultra -sonography). Ingat bahwa pada perforasi organ ber-lumen contohnya usus halus tanda-tanda mungkin tidak akan nampak dengan segera , lantaran itu memerlukan re-evaluasi berulang-kali.

Pengelolaan: Transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan

Pelvis

Cedera pada pelvis yang berat , akan nampak pada investigasi fisik (pelvis menjadi tidak stabil). Pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok , yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG / gurita untuk control perdarahan dan fraktur pelvis.

EkstremĆ­tas

Pemeriksaan dilakukan dengan ‘look-feel-move’. Pada dikala inspeksi , jangan lupa untuk menyidik adanya luka bersahabat tempat fraktur (fraktur terbuka) , pada dikala palpasi jangan lupa untuk menyidik denyut nadi distal dan fraktur , pada dikala menggerakkan , jangan dipaksakan bila terang fraktur.

Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan pemikiran darah) mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau kelumpuhan.

Bagian punggung

MemerĆ®ksa punggung dilakukan dengan ‘log roll’ (memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada dikala ini sanggup ditakukan investigasi punggung.

Tambahan terhadap survey sekunder

Pertimbangkan perlunya diadakan investigasi embel-embel menyerupai foto embel-embel , CT Scan , USG , endoskopi , dsb.

Re-EvaluaSi Penderita

Penilaian ulang penderita dengan mencatat melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi Monitoring dan tanda vital dan jumlah urin mutlak dilakukan.

Jangan lakukan investigasi yang tidak perlu apabila penderita akan dirujuk ke RS lainnya.

Transfer ke Pelayanan Definitif

Tentukan indikasi referensi , mekanisme referensi , kebutuhan pendenita selama perjalanan , dan cara komunikasi dengan dokter yang akan dirujuk.

Silahkan submit email anda untuk mendapatkan update artikel terbaru dari Ilmu Keperawatan:

0 Response to "Initial Assesment Pasien Gawat Darurat - Ilmu Keperawatan"

Total Pageviews