Fahrudin, Di tahun 2015 ini, kasus Bali Nine cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia, kasus penyelundupan narkoba yang dilakukan oleh oknum yang berwarganegara Australia yang terungkap di Bali. Selain kasus Bali Nine, di Indonesia cuilan yang lain, banyak terungkap kasus-kasus penyalahgunaan narkoba. Sehingga, isu kasus narkoba telah menjadi sarapan rutin masyarakcat Indonesia.
Di samping kasus di atas, banyak public figure Indonesia yang juga menjadi actor penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu, Indonesia dikejutkan dengan tertangkapnya seseorang yang secara akademisi telah mempunyai gelar yang ‘mentereng’ (baca: Prof.). Selain itu, yang sangat mengiris hati ialah dikala generasi muda Indonesia juga masuk dalam bulat ‘setan’ narkoba. Inilah Indonesia sekarang.
A. Narkoba; Perkenalan
Narkoba, dalam UU No 35 Tahun 2009 ihwal narkoba, didefisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tumbuhan atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi-sintetis, yang sanggup mengakibatkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan sanggup menjadikan ketergantungan.
Dalam Islam, istilah narkoba tidak disebutkan secara langsung. Tetapi, dalam al-Qur’an disebutkan istilah khamr, dan narkoba di-qiyas-kan pada istilah ini. Meski demikian, pada prakteknya, khamr dan narkoba mempunyai wujud yang berlainan. Jika khamar ialah minuman keras (memabukkan), sedangkan narkoba tidak terbatas pada minuman (benda cair) saja.
Secara etimologis, narkoba diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan kata المخدرات (al-mukhaddirat) yang berasal dari kata خدّر يخدّر تخديرا yang berarti hilang rasa, bingung, membius, tidak sadar, menutup, gelap dan mabuk.
Sedangkan secara terminologis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Azat Husnain dalam al-Muskirat wa al-Mukhaddirad baina al-Syari’ah wa al-Qanun, narkoba ialah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan akal, bahakan terkadang membuat orang menjadi asing dan mabuk, menyerupai ganja, opium, morfin, heroin, kokain, dan k at.
Berikut ialah jenis-jenis narkoba yang cukup popular;
1. Opium, ialah getah berwarna putih menyerupai susu yang keluar dari kotak biji tumbuhan papver samni vervum yang belum masak.
2. Morpin, ialah jenis narkotika yang materi bakunya berasal dari candu atau opium. Sekitar 4-21% morpin sanggup dihasilkan dari opium.
3. Ganja, dikenal juga dengan istilah cimeng. Ganja atau tumbuhan ganja termasuk tumbuhan liar, ia sanggup tumbuh di tempat tropis maupun subtropics. Tumbuhan ini tahan terhadap macam-macam iklim dan musim, sehingga sanggup tumbuh di dataran Tiongkok Asia Barat, Asia Tengah, dan Afrika cuilan utara.
4. Kokain, atau koka ialah tumbuhan dari semua genus erithroxylon dari keluarga erythroxlaceae, tumbuhan initumbuh dan subuh di tempat yang berketinggian 400-600 mdpl. Di Indonesia, tumbuhan ini banayk terdapat di tempat Jawa Timur.
5. Heroin, suatu zat semi sintesis turunan morpin. Proses pembuatan heroin ialah melalui proses penyulingan dan proses kimia lainnya di laboratorium dengan acethalasi dengan aceticanydrida. Bahan bakunya ialah morpin, asam cuka, anhidraid, atau asetilklorid.
B. Taqwa dan Narkoba
Dalam cuilan ini, taqwa yang akan dideskripsikan ialah perspektif Prof. M. Dawam Rahardjo (selanjutnya disebut Dawam) dalam karya monumentalnya “Ensiklopedi al-Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Tema-tema Kunci”. Ketika membahas taqwa, Dawam banyak mengutip pendapat dari para pakar. Salah satunya ialah Prof. Fazlur Rahman. Fazlur Rahman memasukkan taqwa sebagai satu dari tiga konsep kunci etika al-Qur’an, bersama dengan istilah Islam dan Iman.
Taqwa, istilah yang sangat dikenal oleh kaum Muslimin, utamanya melalui khutbah Jum’at. Ayat yang biasa dikutip ialah QS. Alu Imran:102
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ ١٠٢
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Dalam proposal tersebut, istilah taqwa biasanya diartikan secara sederhana sebagai “takut kepada Tuhan” yang dilaksanakan dengan “menjauhi segala larangan-Nya, menjalankan semua perintah-Nya”. Barangkala inilah pengertian umum di kalangan umat Islam.
Prof. Izutsu, sebagaimana yang dikutip oleh Dawam, menyampaikan bahwa konsep taqwa juga berasal dari budaya tradisional, diangakat oleh al-Qur’an sebagai gebrakan terhadap sifat-sifat kesombongan, kecongkakan dan keangkuhan bangsa Arab semoga mereka menurunkan rasa takabburnya yang berlebihan itu.
Demikian ini salah satu kandungan makna pada taqwa. Kaprikornus jelaslah bahwa taqwa tidak bisa diartikan sebagai takut yang biasa. Demikian, al-Qur’an mempunyai ungkapan tersendiri yan secara lebih sempurna untuk mewakili ‘takut’, yaitu khasyiya dan khauf. Berkenaan dengan dua kata ini, yang bermakna ketakukan atau takut, ialah sebagaimana terhadap kelaparan dan kehilangan (harta, jiwa atau yang lain) dinyatakan dalam QS. al-Baqarah:155, sebagai cobaan bagi orang yang bisa bersikap sabar
Dalam QS. al-A’raf:35 justru dinyatakan bahwa keadaan tiadanya suasana ketakutan dan kesengsaraan juga terdapat pada orang yang ber- taqwa, menyerupai percaya kepada Tuhan yang diikuti upaya terus menerus berjalan di jalan yang benar akan menjadikan orang kehilangan rasa takut dan kesusahan (QS. al-Ahqaf:13).
Dalam al-Baqarah:62, Allah menyatakan tidak adanya alasan bagi aneka macam golongan umat untuk merasa takut alasannya mereka beriman kepada Allah. Sedangkan dalam al-Baqarah:38, khauf sama sekali tidak disejajarkan, apalagi disamakan dengan taqwa, bahkan disederetkan dengan kesusahan. Maka, sempurna kiranya apa yang dikatakan oleh Prof. Dr. Hamka bahwa dalam taqwa justru terkandung perilaku berani dan melawan takut itu sendiri.
Mirza Nashir Hamid dalam The Holy Qur’an-nya menerjemahkan muttaqi (orang-orang yang ber- taqwa) dengan orang yang lurus atau budiman. Mirza Nashir Hamid juga manmbahkan bahwa apabila taqwa itu berasal dari waqa, maka muttaqi ialah orang yang menjaga dirinya dari yang melukai dan merusak. Tetapi, secara ‘resmi’,
Mirza Nashir Hamid menyatakan bahwa orang yang ber- taqwa ialah orang yang memilki prosedur atau daya pangkal terhadap kejahatan yang merusak diri sendiri dan orang lain. Demikian ialah pengertian-pengertian taqwa yang ditampilkan oleh Dawam. Tapi, dari sekian banyak pengertian tersebut,dap disimpulkan dengan “menjadikan al-Qur’an sebagi pemimpin”.
Dari aneka macam pendapat yang dikutip, M. Dawam Rahardjo menyimpulkan bahwa perilaku dan sifat orang yang ber-taqwa ialah sebagai berikut
a. Yang menuju ke ampunan Tuhan
b. Yang mengorbankan hartanya dengan tidak memandang keadaan (hingga ia selalu rajin menuntut ilmu dan bekerja keras)
c. Yang sanggup menahan marahnya
d. Yangmemaafkan kesalahan orang lain
e. Tidak menganiaya diri sendiri
f. Yang berbuat kebaikan kepada orang lain
g. Setiap berbuat kesalahan segera ingat kepada Tuhan kemudian meminta ampun
h. Yang tidak mengulang kembali kesalahan yang diketahuinya
C. Dari Taqwa Untuk Penggulangan Penyalahgunaan Narkoba
Taqwa memang menyangkutt kekerabatan mansuia dan Tuhannya. Tetapi impilikassi taqwa bersifat kemanusiaan. Maka Tuhan akan menjaga insan dari keburukan, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Musa yang dihindarkan dari rencana jelek Fir’aun.
Jika sudah tumbuh taqwa dalam diri manusia, maka ia akan senantiasa mengingat akhirat. Dengan mengingat akhirat, orang menjadi sadar akan kehidupan kini, yaitu memikirkan dan melaksanakan semua tindakan pada masa hidup dalam kerangka nilai-nilai yang luhur. Ini-lah yang harus digugahkan pada para pecandu dan pengedar narkoba, atau yang mencari nafkah darinya.
Haruslah juga dicermati, setiap pelaku penyalahgunaan narkoba, pasti mempunyai latar-belakang kehidupan yang kelam. Seperti, terbuang dari keluar keluarga, pergaulan yang bebas atau dengan kata lain; lahir dari komunitas yang ‘miring’. Faktor-faktor tersebutlah yang sangat bertanggung jawab atas ‘terciptanya’ pelaku penyalahgunaan narkoba.
Penulis tegaskan bahwa taqwa ialah dasar yang akan menghasilkan suatu komunitas Muslim, yaitu komunitas yang tunduk pada atau harmonis dengan aturan Allah yang terdapat dalam alam semesta serta kehidupan masyarakat. Dengan demikian, salah satunya, untuk mengurangi ‘suplay’ pelaku oenyalahgunaan narkoba pada masyarakat, maka menjadi keniscayaan bagi setiap anggota komunitas untuk ber-taqwa.
Semisal lagi dalam keluarga, maka orang renta harus membuat ‘iklim’ taqwa dalam lingkungan keluarga tersebut. Orang renta sangat bertanggung jawab atas segala perbuatan menyimpang anak-anaknya.
Penulis ialah mantan Redaksi Pelaksana,
Dan Designer Buletin LENTERA
Dan Designer Buletin LENTERA
OSIS MA MUBA Periode 2010-2011
0 Response to "Dari Taqwa Untuk Narkoba!!"