Iklim kebangsaan sesudah Orde Baru menawarkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sitem ekonomi yang bergotong-royong diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 hingga denga 1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat setuju untuk kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat ibarat angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka maut bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun dampak negatifnya ialah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumbersumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri.
Disamping itu, pembangunan menjadikan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kongkalikong dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara mendasar pembangunan nasional sangat rapuh.
Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia mencicipi dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menjadikan banyak sekali kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
Dengan demikian sitem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satusatunya pola bagi pelaksanaan semua acara ekonomi selanjutnya. Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk :
- Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian.yang usang (liberal kapitalis dan etatisme komunis).
- Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang ketika itu sangat tinggi, yang berakibatterhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan acara ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa :
1. Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650 %
2. Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120 %
3. Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85 %
4. Tingkat infalsi tahun 1969 sebesar 9,9 %
Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) gres dimulai pada tahun 1969. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha non-pribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi gabungan dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes ihwal campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan memilih sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan ekspansi kesempatan kerja. Ini ialah awal masa Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi perempuan dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat ibarat angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka maut bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun dampak negatifnya ialah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumbersumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri.
Disamping itu, pembangunan menjadikan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kongkalikong dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara mendasar pembangunan nasional sangat rapuh.
Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia mencicipi dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menjadikan banyak sekali kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
Sekian dulu ,thanks buat yang udah baca. Semoga bermanfaat.
0 Response to "Perkembangan Ekonomi Indonesia Sehabis Orde Baru"