Domba untuk Aqiqah |
Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah) yang berarti memutus dan melubangi, dan ada yang menyampaikan bahwa akikah ialah nama bagi binatang yang disembelih, dinamakan demikian alasannya lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa akikah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syari’at ialah binatang yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.
Hukum akikah berdasarkan pendapat yang paling besar lengan berkuasa adalah sunah muakkadah, dan ini ialah pendapat Jumhur Ulama, berdasarkan anjuran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan praktik pribadi beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam. “Bersama anak pria ada akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)
Perkataannya "Shallallaahu alaihi wa Sallam", yang artinya: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan),” ialah perintah, namun bukan bersifat wajib, alasannya ada sabdanya yang memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “ingin menyembelihkan,..” merupakan dalil yang memalingkan perintah yang intinya wajib menjadi sunah.
Definisi Akikah
Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa, akikah berarti pemotongan. Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka yang mampu, bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Seorang anak yang gres lahir tergadaikan oleh akikahnya. Maka disembelihkan kambing untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR. Ashabussunah) Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada Rasulullah perihal akikah. Beliau bersabda, “Bagi anak pria disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor. Dan tidak akan membahayakan kau sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau betina.”
Syariat 'Aqiqah
Bisa disimpulkan bahwa kalau seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aqأqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun kalau tidak bisa maka 1 ekor kambing untuk 'Aqأqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Wallأ¢hu A'lam.
Kata 'Aqiqah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya kalau ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, 'Aqiqah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".
'Aqiqah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, ialah Hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-nya'?. Ada Hadits lain yang menyatakan, "Anak pria ('Aqiqah-nya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan ('Aqiqah-nya) dengan 1 ekor kambing'?. Status aturan 'Aqiqah ialah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan lebih banyak didominasi ulama, menyerupai Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak sependapat dengan yang menyampaikan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya 'Aqiqah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama. Dan seandainya 'Aqiqah wajib, maka Rasulullah saw juga niscaya telah membuktikan akan kewajiban tersebut.
Beberapa ulama menyerupai Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, beropini bahwa aturan 'Aqiqah ialah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu Hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-nya), mereka beropini bahwa Hadits ini memperlihatkan dalil wajibnya 'Aqiqah dan menafsirkan Hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia di-'Aqiqah-i. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) 'Aqiqah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat lebih banyak didominasi ulama lebih utama untuk diterima alasannya dalil-dalilnya, bahwa 'Aqiqah ialah sunnah.
Bagi seorang ayah yang bisa hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia sanggup berpartisipasi dalam berbagi rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah 'Aqiqah tersebut.
Mengenai kapan 'Aqiqah dilaksanakan, Rasulullah saw bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia di-'Aqiqah-i, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini membuktikan bahwa 'Aqiqah mendapat kesunnahan kalau disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad beropini bahwa 'Aqiqah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik beropini bahwa sembelihan 'Aqiqah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, kalau 'Aqiqah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.
Menurut ekonomis penulis, kalau seorang ayah bisa untuk menyembelih 'Aqiqah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, kalau ia tidak bisa pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Aqiqah anak pria berbeda dengan 'Aqiqah anak perempuan. Ini merupakan pendapat lebih banyak didominasi ulama, sesuai Hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik beropini bahwa 'Aqiqah anak pria sama dengan 'Aqiqah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah saw meng-'Aqiqah- i Sayyidina Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Sayyidina Husein '“keduanya ialah cucu dia saw'” dengan 1 ekor kambing.
Bisa disimpulkan bahwa kalau seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aqiqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun kalau tidak bisa maka 1 ekor kambing untuk 'Aqiqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Wallahu A'lam.
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara 'Aqiqah anak pria dan anak perempuan, maka jawabannya ialah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu nasihat akan perintah tersebut, alasannya nalar insan terbatas. Barangkali juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang pria dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga. Wallahu A'lam.
Dalam penyembelihan 'Aqiqah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan 'Aqiqah tersebut, dengan nasihat tafa'™ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota tubuh anak tersebut. 'Aqiqah sah kalau memenuhi syarat menyerupai syarat binatang Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa 'Aqiqah ialah menyembelih kambing pada hari ketujuh sejak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak menyerupai kurban yang mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama beropini bahwa 'Aqiqah hanya boleh dengan memakai kambing saja, sesuai dalil-dalil yang tiba dari Rasulullah saw. Wallahu A'lam.
Ada perbedaan lain antara 'Aqiqah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan 'Aqiqah dibagi-bagikan dalam keadaan matang. Hikmah syariat 'Aqiqah yakni dengan 'Aqiqah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat alasannya mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan 'Aqiqah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk memperlihatkan syafaat pada orang tuanya. Dan lebih dari itu semua, sebenarnya 'Aqiqah ialah menjalankan syiar Islam. Wallahu A'lam.
Referensi utama : Tarbiyatul Awlid, DR. Abdullah Nashih Ulwan.
Hikmah Akikah
Akikah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs mempunyai beberapa nasihat di antaranya:
- Menghidupkan sunah Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa sallam dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail alaihissalam.
- Dalam akikah ini mengandung unsur pinjaman dari syaitan yang sanggup mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya.”. Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya".
- Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memperlihatkan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memperlihatkan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
- Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak.
- Akikah sebagai sarana menampakkan rasa besar hati dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
- Akikah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan beraqiqah, di antaranya:
- Membebaskan anak dari ketergadaian
- Pembelaan orang bau tanah di hari kemudian
- Menghindarkan anak dari petaka dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail AS dan Ibrahim AS
- Pembayaran hutang orang bau tanah kepada anaknya
- Pengungkapan rasa besar hati demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di lalu hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
- Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang gres lahir
- Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
- Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
Kadar Jumlah Hewan
Kadar aqiqah yang mencukupi ialah satu ekor baik untuk pria atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)
Ini ialah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama ialah mengaqiqahi anak pria dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini:
- Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan semoga dsembelihkan akikah dari anak pria dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
- Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan mereka semoga disembelihkan akikah dari anak pria dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
Dan alasannya kebahagian dengan mendapat anak pria ialah berlipat dari dilahirkannya anak perempuan, dan dikarenakan pria ialah dua kali lipat perempuan dalam banyak hal.
Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan binatang akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, dia berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Namun setelah tiga ahad masih tidak bisa maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, alasannya pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu ialah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh[6].
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Akikah ialah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan binatang akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya lalu dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa. wallahu ‘Alam.
Pembagian daging akikah
Adapun dagingnya maka dia (orang bau tanah anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas menentukan antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya lalu mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Sumber Rujukan
- Subulussalam (4/189, 4/190, 4/194)
- Al Asilah Wal Ajwibah Al Fiqhiyyah (3/33-35, 3/39-40)
- Mukhtashar Al Fiqhil Islamiyy 600
- Tuhfatul Wadud Fi Ahkamil Maulud, Ibnu Al Qayyim 46-47
- Al Muntaqaa 5/195-196
- Mulakhkhash Al Fiqhil Islamiy 1/318
- Fatawa Islamiyyah 2/324-327; Irwaul Ghalil (4/389, 4/405)
- Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairiy 437
0 Response to "Akikah (Aqiqah)"